
Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II Angkatan XLIII Kelas F di Gedung Serba Guna PKP2A I LAN secara resmi ditutup oleh Kepala LAN RI, Dr. Adi Suryanto, M.Si. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa output dari kegiatan Diklat adalah Proyek Perubahan yang dibuat oleh peserta yang bersifat individual. Proyek Perubahan ini diharapkan memiliki kontribusi bagi instansi masing-masing peserta. Lebih dari itu, Proyek Perubahan bukan hanya sebagai penentu kelulusan, tetapi sebagai motivasi khususnya bagi peserta dalam memimpin perubahan, umumnya bagi kemajuan perkembangan instansi. Proyek Perubahan ini menjadi sebuah kebijakan yang sejatinya dapat dimanfaatkan dan dirasakan oleh masyarakat luas.
Bicara mengenai Proyek Perubahan, harapan Kepala LAN RI kedepannya Proyek Perubahan ini dapat ditindak lanjuti dan tidak terhenti seperti berakhirnya Diklat yang diikuti. Kelanjutan Proyek Perubahan ini perlu dikawal, sehingga tidak hanya sebuah gagasan semata. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Kepala LAN RI menyadari bahwa jangkauan Lembaga Administrasi Negara tidak luas. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, maka kedepannya akan dibuat sebuah sistem “perjanjian” antara atasan instansi peserta Diklat, pejabat instansi peserta Diklat, dan peserta yang bersangkutan, dalam rangka menindaklanjuti Proyek Perubahan pada Pasca Diklat.
Lebih lanjut, seminar Laboratorium Kepemimpinan yang telah diikuti oleh peserta Diklat bukan merupakan “ujian”. Presentasi memang secara formal dilakukan dikelas (seminar), namun ujian sesungguhnya adalah pada saat lulus dari Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II yang telah diikuti. Sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala LAN RI bahwa “selangkah keluar dari gedung ini, sardarlah, dipundakmu ada ‘label’ Pemimpin Perubahan”. Dari statement tersebut, Kepala LAN RI berpesan untuk para peserta yang telah lulus agar dapat menjadi teladan dan dapat memotivasi orang lain. Artinya, yang berubah bukan hanya kita sendiri (peserta), tetapi kolega, teman sejawat, dan orang-orang disekitar kita. Pemimpin perubahan juga harus bisa memastikan gagasan perubahan bisa dilakukan atau diimplementasikan.
Mendapat predikat pemimpin perubahan memang tidak ringan. Pemimpin diminta pertanggungjawabannya dalam memimpin bawahannya, “salah sedikit, bisa diikuti”, ungkap Kepala LAN RI. “Sekali menjadi ASN, luruskan niat kita, jika sudah tidak lurus, sudahi”, lanjutnya. Kompetensi dasar yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin adalah bagaimana me-manage ASN. Namun sadarlah, bahwa tidak ada lagi eselonisasi, dan paradigma tersebut harus diubah.
Kepala LAN RI juga menambahkan, bahwa Lembaga Administrasi Negara diberi mandat untuk mengembangkan sekolah fast track, seperti yang telah dilakukan di beberapa Negara tetangga khususnya dalam hal administrasi.
Selain itu, terdapat hal yang berbeda pada kegiatan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II sebelumnya. Sesuai dengan kebijakan yang berlaku, kegiatan benchmarking ke best practice yang biasa dilakukan ke luar negeri, kini diubah menjadi visitasi di dalam negeri. Lokus yang dikunjungi adalah desa-desa tertinggal di beberapa daerah. Alasan utama benchmarking tidak berlaku lagi adalah karena faktor anggaran yang tidak memadai. Hal tersebut juga merujuk kepada intruksi presiden untuk mengurangi kunjungan ke luar negeri, dengan menekan APBN seminimal mungkin, dan lebih baik dikembalikan ke desa. Dengan demikian, visitasi ke desa me-refresh kepemimpinan. Bagaimana kita membangun Indonesia dari desa-desa. (Sitoresmi Wigiyati)