Hari Ibu : Merayakan Peran Ganda Ibu Pekerja
Oleh : Israini Miradina
“Jadi Ibu itu bener- bener perjuangannya” kalimat tersebut diucapkan oleh Dameria Christine, pegawai Puslatbang PKASN saat menceritakan pengalaman membersamai anaknya yang saat itu sedang dirawat di rumah sakit. Upaya Dame, nama panggilan Dameria Christine, dalam merawat dan menjaga anaknya adalah pengalaman yang juga dialami oleh seluruh ibu pekerja, sehingga saat Dame menceritakan pengalamannya tersebut di kantin bersama rekan-rekannya yang juga sebagai sesame ibu terasa sangat emosional karena mempunyai persamaan yang harus membagi waktu, tenaga dan pikirannya untuk anak, suami, pekerjaan rumah dan pekerjaan kantornya. Memasuki bulan Desember, biasanya kita akan teringat dengan hari Ibu dan ditengah glorifikasi tentang Ibu ternyata banyak ibu yang mempunyai peran ganda seperti yang dialami oleh Dame.
Menurut Eagly dkk sebagaimana dikutip oleh Levesque (2011), peran gender atau perbedaan jenis kelamin mencakup kumpulan tindakan, sikap, perasaan dan pandangan yang biasanya terkait lebih erat dengan satu jenis kelamin daripada yang lain. Peran gender dapat juga dikatakan harapan masyarakat terhadap individu berdasarkan gender atau jenis kelamin. Lalu darimanakah harapan masyarakat tersebut berasal? Ada beberapa teori yang melandasi pembagian peran gender salah satunya adalah, pembagian peran gender berdasarkan peran reproduksi dari masing-masing gender tersebut yang berimplikasi pada posisi masing-masing gender di masyarakat. Perempuan dengan masa reproduksinya yang panjang, melahirkan ekspektasi sosial terhadap perempuan sebagai figur ibu dan pengasuh utama.
Seiring dengan semakin majunya peradaban manusia, masa reproduksi perempuan yang dulunya sangat rentan dan amat sangat membutuhkan perlindungan menjadi lebih mudah, kemudahan-kemudahan ini yang mendorong adanya perubahan struktur dalam masyarakat. Kemudahan yang didapatkan perempuan saat ini antara lain adalah akses kesehatan yang lebih baik adanya kesadaran komunal mengenai pengasuhan anak, dan keamanan yang lebih terjamin. Kemudahan ini mendorong perempuan sadar akan perannya di ranah publik sehingga banyak perempuan yang ikut berkerja bahkan menjadi bread winner di keluarganya walaupun secara kodrati perempuan tetap terikat dengan peran reproduksinya.
Perempuan yang mengambil dua peran sekaligus atau peran ganda terkadang menghadapi dilema antara perannya sebagai ibu dan perannya di masyarakat. Kondisi yang dilematis tersebut terbentuk dari adanya ekspektasi masyarakat terhadap sosok Ibu yang bekerja, seorang Ibu atau perempuan dituntut dapat fokus sepenuhnya pada perannya sebagai orang tua namun juga sebagai pekerja harus mencapai kemajuan karier karena masyarakat menganggap karier yang cemerlang bagi seorang Ibu adalah kompensasi yang didapatkan dari meninggalkan anak demi pekerjaan, Ibu juga sering kali dihadapkan pada pertanyaan mengenai prioritas, ibu yang memprioritaskan kariernya dianggap kurang peduli terhadap anak sementara sebaliknya, ibu mengasuh membesarkan anaknya penuh waktu dianggap mengorbankan capaian pendidikan dan karirnya, seorang ibu juga sering kali dihadapkan pada tekanan untuk mempertahankan penampilan fisik yang sesuai dengan standar kecantikan yang ada di masyarakat meskipun telah melalui perubahan fisik yang alami pasca kehamilan dan persalinan.
Banyaknya ekspektasi pada seorang ibu pada akhirnya melahirkan sebuah mitos sosok perempuan ideal. Padahal setiap individu termasuk seorang ibu memiliki pengalaman yang unik dan tekanan untuk memenuhi berbagai ekspektasi masyarakat dapat menciptakan kondisi yang kontradiktif dan sulit diatasi. Masyarakat perlu lebih memahami kompleksitas peran ibu dan menghargai beragam pilihan dan pengalaman yang dimilikinya. Selain perlunya kesadaran masyarakat untuk memahami kompleksitas peran ganda yang dimiliki ibu pekerja, pemerintah perlu juga mengintervensi beberapa hal mengenai kesejahteraan lahir dan batin ibu pekerja.
Perempuan dalam hal ini ibu pekerja juga merupakan aset yang perlu dipelihara dan disejahterakan oleh negara. Badan Pusat Statistik merilis persentase tenaga kerja formal perempuan tahun 2022 adalah sebanyak 35.57% atau sekitar 52,74 juta pekerja dengan jumlah tenaga kerja perempuan sebesar itu sudah sepatutnya pemerintah memberikan perhatiannya. Melalui intervensi yang dilakukan pemerintah, diharapkan akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan mendukung kesetaraan gender. Berikut beberapa hal yang dapat diimpelementasikan oleh pemerintah dalam mewujudkan inklusivitas lingkungan kerja :
- Merevisi UU Ketenagakerjaan mengenai hak cuti bersalin 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1.5 bulan setelah melahirkan disesuaikan dengan Rancangan Undang-undang ketahanan keluarga yang mengatakan bahwa hak cuti melahirkan dan menyusui adalah selama 6 (enam) bulan tanpa kehilangan haknya atas upah atau gaji dan posisi pekerjaannya, apabila Rancangan Undang-undang tersebut nanti sudah ditetapkan menjadi Undang-undang.
- Adanya kebijakan pemberian cuti parental bagi ayah untuk dapat membantu ibu merawat anak mereka. Hal ini dapat membantu mengurangi tekanan pada ibu dan mendorong keterlibatan lebih besar dari ayah dalam pengasuhan anak. Indonesia disebut menjadi fatherless country yang artinya anak Indonesia kekurangan sosok ayah, keterlibatan ayah menurut berbagai riset akan sangat mendukung tumbuh kembang anak.
- Mendorong perusahaan untuk menyediakan fasilitas kantor yang ramah keluarga, seperti ruang laktasi, ruang bermain anak, fleksibilitas dalam bekerja atau daycare. Sudah saat nya pemerintah melihat keluarga bukan hanya sebagai unit terkecil masyarakat tetapi juga sebagai modal pembangunan dengan turut mensejahterakan keluarga dengan kebijakan work life balance, kebijakan tersebut bisa dengan penyediaan sarana dan prasarana bagi ibu pekerja untuk meringankan peran ganda ibu pekerja.
- Mulai mengkampanyekan dan edukasi mengenai pembagian tugas di dalam rumah tangga yaitu perawatan anak dan pekerjaan rumah adalah tanggung jawab bersama antara ibu dan ayah. Edukasi dapat dilakukan mulai dari bangku sekolah dengan menekankan bahwa tugas dalam rumah tangga adalah basic skill yang harus dimiliki setiap individu bukan peran dari salah satu gender. Begitu pun dengan kampanye yang dapat dilakukan melalui berbagai media saat ini.
- Adanya kebijakan mengenai tempat pengasuhan anak atau daycare yang terjangkau baik secara biaya ataupun lokasi yang berdekatan dengan wilayah-wilayah perkantoran.
Peran ganda ibu pekerja memang menggambarkan realitas kompleks yang dihadapi oleh seorang ibu. Upaya kolaboratif dari pemerintah, perusahaan tempat bekerja dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam membantu menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi ibu pekerja dan meminimalisir tekanan peran ganda yang seringkali ibu pekerja alami. Sebagai bagian dari masyarakat kita harus berkomitmen dan berani mengubah norma dan ekspektasi tidak realistis dalam usaha memberikan dukungan terhadap kebutuhan ibu pekerja dan menghargai kontribusi mereka baik di ranah domestik maupun publik. Harapannya setiap ibu pekerja dapat menjalani hidupnya dengan keseimbangan yang lebih baik tanpa peran ganda yang berlebihan karena kesetaraan gender bukan hanya kebutuhan moral, tetapi juga investasi dalam pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.