Artikel
Pe-er baru Pasca Pemangkasan Birokrasi
Kamis, 19 Agustus 2021 | 11:13:27 WIB - Jumlah Dilihat: 2781
 
 

Oleh : Masrully, S.IP.

Selama dua tahun terakhir pemerintah tengah fokus melakukan penyederhanaan birokrasi melalui pemangkasan layer birokrasi. Tingkatan jabatan dalam birokrasi disederhanakan.  Jabatan manajerial yang sebelumnya terdiri dari eselon I sampai eselon IV, sekarang dipangkas menjadi 2 jenjang saja, yaitu eselon II dan eselon I. Jabatan administrasi (JA) berupa eselon IV (Pengawas) dan eselon III (Administrator) dialihkan menjadi Jabatan Fungsional (JF). Kebijakan ini dinyatakan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui percepatan pengambilan keputusan. Pemerintah menargetkan proses pengalihan Jabatan Administrasi (JA) ke Jabatan Fungsional (JF) ini selesai di akhir Juni 2021.

 

Potensi Gap Kompetensi

Pasca pengalihan JA menjadi JF, muncul tantangan baru, yaitu memastikan terpenuhinya kompetensi para Pejabat Fungsional hasil pengalihan. Meskipun hal ini telah diantisipasi dengan mensyaratkan proses uji kompetensi sebelum menduduki JF, namun di lapangan masih ada kemungkinan munculnya gap kompetensi tersebut, apalagi jika pejabat administrasi dialihkan ke JF yang tidak terlalu ia geluti selama ini, potensi gap kompetensi itu semakin terbuka. Kompetensi tersebut akan sangat erat kaitannya kemampuan para pejabat fungsional baru tersebut dalam melaksanakan tugas-tugasn JF-nya dengan baik.

Ini perlu menjadi perhatian karena secara umum memang karakter Jabatan Manajerial berbeda dengan Jabatan Fungsional. Jabatan Manajerial lebih fokus kepada bagaimana mengelola pegawai agar bisa mendukung pelaksanaan tugas instansi, kompetensi yang dibutuhkan lebih banyak di kompetensi kepemimpinan. Sementara, Jabatan Fungsional lebih fokus kepada melaksanakan tugas-tugas teknis yang spesifik yang membutuhkan keahlian tertentu, dengan porsi kompetensi teknis yang lebih besar.

Apalagi, menurut aturan, para pejabat eselon 3 dan 4 tersebut akan dialihkan ke Jabatan Fungsional pada jenjang Madya dan Muda, sehingga dia melewatkan fase Jenjang Pertama. Padahal Jenjang Pertama merupakan fase yang penting dalam perjalanan pemangku JF, karena pada proses ini JF dibekali dengan kompetensi-kompetensi dasar agar dia mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Sehingga bagi pejabat administrasi yang cenderung tidak terlalu menggeluti tugas JF yang ia duduki, lalu tiba-tiba jadi JF Muda atau Madya, akan ada semacam canggung, bingung, atau kondisi lainnya.  

 

Alternatif Pemenuhan Kompetensi

Untuk memenuhi gap kompetensi yang potensial terjadi, ada beberapa pilihan jalur pemenuhan kompetensi yang cenderung lebih bisa ditempuh. Pilihan jalur pengembangan kompetensi tersebut telah diatur di dalam Peraturan Lembaga Administrasi Negara No. 10 tahun 2018, namun kali ini kita akan bahas 3 saja, yaitu komunitas belajar, workshop, dan e-learning. Pertama, sharing knowledge melalui pembentukan Komunitas Belajar (learning community). Di setiap instansi pemerintah dapat dibentuk beberapa komunitas belajar berdasarkan JF-JF baru yang hasil pengalihan. Lalu disana dilakukan sharing knowledge antara Pemangku JF yang memiliki pengalaman dan kompetensi yang mumpuni dengan pemangku baru hasil pengalihan. Cara ini cenderung lebih fleksibel.

Kedua, workshop/webinar, yaitu pertemuan ilmiah untuk meningkatkan kompetensi terkait peningkatan kinerja dan karier yang diberikan oleh pakar/praktisi. Organisasi dapat menyelenggarakan workshop/webinar dengan mengundang pakar dari sebuah JF.  Dalam kegiatan tersebut dilakukan transfer knowledge terkait bagaimana menghasilkan sebuah produk JF disertai dengan praktik/latihan. Webinar ini bisa diinisiasi oleh masing-masing instansi pemerintah atau oleh instansi pembina JF. Ketiga, e-learning, yaitu metode pembelajaran yang memanfaatkan teknologi digital. E-learning memungkinkan seseorang belajar kapan saja, tanpa harus meninggalkan tempat ia bekerja. Saat ini sudah banyak lembaga pelatihan yang menyediakan platform e-learning. Namun yang perlu menjadi catatan adalah bahwa platform e-learning yang ada sekarang cenderung hanya bisa diakses dan digunakan oleh ASN yang diusulkan secara resmi oleh organisasinya untuk mengikuti suatu pelatihan. Ke depan sebaiknya e-learning dikembangkan dengan pendekatan pembelajaran mandiri, sehingga semua orang/ASN memiliki kesempatan untuk dapat mengakses dan mengikuti jenis pelatihan yang ia inginkan melalui platform e-learning kapan saja, dan dimana saja, tidak terbatas pada ASN yang ditugaskan secara resmi saja. E-learning seperti itu lah yang dapat menopang pemenuhan kompetensi bagi JA yang dialihkan menjadi JF. Dan secara umum, e-learning seperti ini yang dapat mensupport keterbatasan sumber daya yang ada untuk pengembangan kompetensi ASN.

 

Kebijakan yang Suportif

Untuk itu, setelah proses pengalihan JA menjadi JF ini selesai, maka instansi pemerintah perlu mengerjakan pe-er selanjutnya, yaitu memastikan tidak ada gap kompetensi yang terjadi. Dan jika ada, maka organisasi perlu memfasilitasi dan mensupport para JF baru tersebut untuk memenuhi kompetensi mereka, apalagi jika para pemangku JF tersebut diberikan tugas tambahan sebagai Koordinator/Sub Koordinator. Organisasi harus memiliki kebijakan yang mensupport agar para JF tersebut memiliki waktu yang cukup untuk memenuhi kompetensi mereka dan memenuhi tuntutan pengumpulan angka kredit di tengah tugas tambahan sebagai Koordinator/ Sub Koordinator yang cukup menyita waktu. (MSR)

 
LOGIN PEGAWAI