Artikel
Menelaah Kebijakan Perubahan Kelembagaan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana)
Kamis, 7 November 2019 | 02:11:53 WIB - Jumlah Dilihat: 495
 
 

Menelaah Kebijakan Perubahan Kelembagaan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana)

Oleh : Masrully, S.I.P / Pengelola Penelitian Puslatbang PKASN Lembaga Administrasi Negara

Persoalan penanggulangan bencana kembali menjadi perbincangan hangat di tahun 2018. Pasalnya sepanjang tahun 2018 Indonesia dilanda berbagai bencana besar seperti  gempa bumi di Lombok, tsunami Palu & Donggala, dan tsunami yang melanda banten. Bencana-bencana besar tersebut menimbulkan banyak kerugian harta dan nyawa. Ratusan orang tewas, ribuan rumah rusak, dan fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit porak-poranda. Begitu dahsyatnya dampak yang diakibatkan oleh bencana ini sehingga kita harus sepakat bahwa persoalan bencana ini harus menjadi perhatian kita bersama.

Awal tahun 2019, pemerintah melakukan gebrakan baru dalam penanganan kebencanaan.  Selain melakukan penggantian pimpinan BNPB, pemerintah juga merubah kebijakan tentang BNPB. Pemerintah mengganti aturan tentang BNPB yang sebelumnya diatur melalui Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 menjadi  Presiden No. 1 tahun 2019. Perubahan aturan tersebut berdampak pada berbagai perubahan kelembagaan BNPB.

 

PENAMBAHAN UNIT KERJA

Di dalam aturan yang baru, BNPB memiliki satu deputi baru yaitu Deputi Bidang Strategi dan Sistem. Deputi ini memiliki tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang sistem dan strategi penanggulangan bencana. Penambahan deputi tersebut memang membuat struktur BNPB menjadi kelihatan gemuk. Namun dalam sebuah organisasi, penambahan unit dalam struktur menjadi wajar sepanjang memiliki tujuan dan tugas pokok & fungsi yang jelas dan tidak menyebabkan duplikasi tupoksi. Karena struktur yang bagus bukan selalu harus kecil, tetapi “tepat” atau right sizing.

Penambahan deputi baru ini menunjukkan bahwa paradigma pemerintah dalam penanggulangan bencana menjadi lebih luas. Bahwa upaya penanggulangan bencana tidak hanya mengenai pencegahan dan penanganan, tetapi juga perlu membangun sistem dan strategi yang efektif. Sehingga diharapkan ke depan, penanggulangan bencana di Indonesia lebih berorientasi strategis dan sistemik. Karena jika kita lihat, salah satu hal yang perlu kita benahi dalam penanggulangan bencana adalah persoalan sistem. Misalnya dalam kasus tsunami selat sunda maupun tsunami yang menerjang Palu & Donggala, sistem peringatan dini tsunami yang ada tidak berfungsi dengan baik. Hal ini tentu ikut mempengaruhi jumlah korban yang terdampak dari bencana tersebut.

Namun penambahan unit organisasi seyogianya diiringi dengan dukungan anggaran. Hal ini masih menjadi perhatian ke depan bagaimana BNPB didukung dengan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan agar kinerjanya dapat berjalan efektif. Meskipun selama 3 tahun terakhir kita lihat bahwa anggaran BNPB terus menurun dalam APBN. Karena tidak dapat dipungkiri salah satu kendala yang dihadapi BNPB dalam penanggulangan beberapa bencana belakangan adalah persoalan anggaran. Karena anggaran berdampak pada berbagai hal seperti ketersediaan peralatan, perawatan peralatan, operasional, rehabilitasi dan rekonstruksi. Dan memang BNPB kerapkali mengeluhkan minimnya anggaran yang diterima, sementara itu potensi dan bencana di Indonesia semakin meningkat semenjak tahun 2018 (CNN Indonesia 26 Desember 2018).

               

JABATAN KEPALA DAPAT DIISI TNI AKTIF

Di dalam peraturan yang baru, jabatan Kepala BNPB dapat diisi oleh TNI/ Polri. Poin ini merupakan penambahan dalam aturan tentang BNPB. Sebelumnya BNPB memang pernah dijabat oleh TNI, tetapi purnawirawan atau mengundurkan diri terlebih dahulu dari TNI. Misalnya kepala BNPB periode Desember 2015-Januari 2019 yang dijabat oleh Willem Rampangilei, purnawirawan TNI AL.

 Pengangkatan kepala BNPB dari unsur TNI aktif memang di satu sisi berdampak positif.  Ada benarnya juga, jika kepala BNPB dijabat oleh anggota TNI aktif bisa membuat koordinasi BNPB dengan TNI cenderung lebih mudah dalam kasus penanganan bencana. Karena memang di dalam tugas pokok TNI, salah satunya adalah membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan. Dan di dalam aturan tentang kebencanaan, TNI menjadi salah satu unsur yang dilibatkan dalam penanggulangan bencana.

Namun jika dikaji lebih lanjut, aturan ini tidak sinkron dengan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan UU 34 Tahun 2004 tentang TNI. Menurut UU ASN dan UU TNI, anggota TNI dapat mengisi Jabatan Pimpinan Tinggi pada instansi sipil, dengan syarat mengundurkan diri dari dinas aktif. TNI aktif hanya bisa menduduki jabatan sipil pada beberapa instansi tertentu yang dinyatakan di dalam UU TNI, dan BNPB tidak termasuk ke dalam salah satu instansi tersebut.

Pertimbangan untuk menjaga sinkronisasi dan konsistensi antar peraturan perundang-undangan ini menjadi persoalan penting saat ini. Karena salah satu persoalan reformasi birokrasi kita saat ini adalah tumpang tindih dan ikonsistensi peraturan perundang-undangan. Jika persoalan ini tidak ditindaklanjuti maka akan menambah catatan inkonsistensi peraturan perundang-undangan di negara kita.

Untuk itu, ke depan pemerintah perlu melakukan revisi terhadap UU TNI dengan memasukkan BNPB sebagai salah satu instansi yang dapat dijabat TNI aktif. Karena memang di dalam UU TNI, telah dimasukkan Badan SAR sebagai instansi tertentu yang boleh diduduki oleh anggota TNI aktif. Hal ini lebih baik meskipun logikanya terbalik, karena seyogyanyan UU TNI dahulu yang direvisi.

 

PENAMBAHAN ANGGOTA PENGARAH

Pada struktur yang baru, BNPB mengalami penambahan unsur anggota pengarah. Sebelumnya, anggota pengarah terdiri dari 19 orang yang berasal dari pimpinan instansi pemerintah. Pada kelembagaan yang baru, anggota pengarah BNPB ditambahkan 1 orang dari perwakilan dari Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM (Polhukam).

Penambahan anggota pengarah dari Kementerian Polhukam ini dapat membuat penanggulangan benccana dapat lebih efektif. Karena mendapat dukungan informasi maupun sumberdaya dari kementerian tersebut. Apalagi kedudukan unsur pengarah cenderung strategis, karena berperan dalam memberikan masukan dan saran kepada Kepala BNPB dalam penanggulangan bencana. Unsur baru dari Kemenkopolhukam memperluas sudut pandang BNPB dalam menyusun rencana strategis dalam penanganan bencana.

 

FUNGSI KOMANDO BNPB

Aturan terbaru memberikan kewenangan kepada BNPB untuk menjalankan fungsi komando pada saat darurat bencana. Penyataan ini dinyatakan secara ekplisit pada pasal 5, bahwa apabila terjadi bencana nasional, BNPB melaksanakan fungsi komando dalam penanganan status keadaan darurat bencana dan keadaan tertentu. Hal ini dapat dipahami bahwa diberikan kewenangan lebih kepada BNPB untuk memberi komando kepada instansi terkait dalam penanganan bencana. Sehingga proses penanganan bencana menjadi lebih cepat dan satu komando. Memang benar sebelumnya, BNPB juga memiliki fungsi komando, tetapi fungsi tersebut dilaksanakan dalam tataran unsur pelaksanaan.

Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka BNPB dapat lebih mudah dalam mengkoordinir penanggulangan bencana. Karena memang dalam penanggulangan bencana tindakan dan pengambilan keputusan harus diambil secara cepat. Sehingga diharapkan penanggulangan bencana bisa lebih efektif.

Pada akhirnya, dengan kelembagaan baru BNPB ini, kita berharap upaya penanggulangan bencana di Indonesia menjadi semakin efektif dan efisien. Apalagi dengan kondisi Indonesia yang secara geografis merupakan daerah yang rawan bencana.

 
LOGIN PEGAWAI