Artikel
Optimalisasi Peran AK dalam Peningkatan Kualitas Kebijakan di Indonesia
Selasa, 13 Februari 2024 | 08:31:04 WIB - Jumlah Dilihat: 61
 
 

Optimalisasi Peran AK dalam Peningkatan Kualitas Kebijakan di Indonesia

Jumlah Pemangku Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (AK) di pemerintahan beberapa tahun terakhir semakin meningkat. Apalagi semenjak bergulirnya kebijakan penyederhanaan birokrasi, jumlah pemangku JF AK jadi berkali-kali lipat. Banyak para pejabat eselon III dan eselon IV yang dialihkan menjadi Jabatan Fungsional Analis Kebijakan. Bahkan Analis Kebijakan menjadi jabatan yang paling diminati ketika terjadinya pengalihan pejabat manajerial ke pejabat fungsional. Lembaga Administrasi Negara (LAN) mencatat per 1 Oktober 2022 terdapat 7.465 PNS sebagai Pejabat Fungsional Analis Kebijakan (JFAK) di seluruh wilayah Indonesia. Jumlah ini mengalami lonjakan hingga 1.400 persen jika dibandingkan dengan pejabat fungsional analis kebijakan pada 2019 yang hanya sebanyak 480 orang.

Semakin meningkatnya jumlah pemangku AK di instansi pemerintah, membuat publik menaruh harapan yang besar akan peningkatan kualitas kebijakan publik. Hal ini yang kemudian perlu dijawab oleh para Analis Kebijakan dengan cara memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya peningkatan kualitas kebijakan di instansi pemerintah. Bahkan, akhir-akhir ini dalam beberapa forum, publik seakan menagih dan mempertanyakan sudah sejauh mana meningkatnya JF AK ini berkontribusi terhadap peningkatan kualitas kebijakan publik di Indonesia. Tidak sedikit yang mengkritisi kontribusi para analis kebijakan terhadap perbaikan kualitas pengelolaan kebijakan di instansi pemerintah.

Sejarah Munculnya JF AK

Lahirnya Jabatan Fungsional AK pada tahun 2013 ditandai dengan diterbitnya PermenPANRB Nomor 45 tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan dan Angka Kreditnya. Di dalam peraturan tersebut, JF AK memiliki kedudukan sebagai pelaksana fungsional di bidang kajian dan analisis kebijakan pada instansi pusat dan daerah. Munculnya JF AK ini didorong oleh situasi dimana kualitas kebijakan di Indonesia perlu mendapat perhatian khusus. Situasi tersebut mendorong pemerintah untuk menciptakan suatu pejabat fungsional yang fokus meningkatkan kualitas/pengelolaan kebijakan di instansi pemerintah. Hal itu karena kualitas kebijakan pemerintah merupakan salah satu faktor kunci dalam menentukan arah dan perkembangan suatu negara. Kualitas kebijakan tidak hanya memengaruhi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memengaruhi keadilan sosial, perlindungan lingkungan, dan berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Para pemangku jabatan Analis Kebijakan diharapkan berperan maksimal dalam setiap tahapan kebijakan. AK diharapkan berperan mulai dari menangkap isu publik yang membutuhkan kebijakan dari pemerintah, dalam tahap perumusan kebijakan yang berbasis kajian ilmiah dan demokratis, dalam proses implementasi kebijakan, monitoring kebijakan, hingga mengambil peran dalam proses evaluasi kebijakan-kebijakan publik sudah selayaknya dievaluasi, lalu melakukan advokasi kepada pengambil keputusan. Untuk memaksimalkan peran para Analis Kebijakan ke depan di pemerintahan, menurut hemat penulis, perlu dilakukan beberapa hal, yaitu:

AK Harus Proaktif Mengambil Peran

Strategi untuk meningkatkan peran AK dalam proses kebijakan publik dapat dilakukan dari aspek internal serta dari aspek eksternal analis kebijakan. Dari aspek internal, AK perlu lebih proaktif dalam mengambil peran tersebut. Para Analis kebijakan harus pro-aktif untuk terlibat dalam setiap fase kebijakan mulai dari proses agenda setting, perumusan kebijakan, implementasi, monitoring hingga fase evaluasi. AK harus jeli melihat persoalan-persoalan baik di instansinya maupun secara nasional atau bahkan internasional. Setelah itu, lalu ia menganalisisnya serta menyampaikan rekomendasi kepada pengambil kebijakan.

Untuk dapat melakukan hal tersebut, AK harus mengasah kepekaan menangkap masalah publik. Selain itu juga dibutuhkan keinginan yang kuat dari dalam diri para AK untuk berperan lebih. Motivasi internal tersebut yang seyogyanya terus dibangun dan dipupuk. Kemudian modal selanjutnya yang diperlukan adalah kompetensi. Kompetensi menjadi modal utama yang diperlukan para pejabat AK untuk berperan secara maksimal. Jika merujuk pada kebijakan yang berlaku saat ini, dua kompetensi inti dari JF AK adalah kemampuan analisis kebijakan dan kemampuan politis. Artinya seorang Analis Kebijakan harus memiliki ketajaman daya analisis serta memiliki kecakapan dalam menyampaikan hasil analisisnya kepada pemangku kepentingan (stakeholders) serta pengambil keputusan (decision maker).

Sistem Organisasi yang Supportif

Dari aspek eksternal, upaya yang perlu dilakukan adalah membangun sistem organisasi yang mendukung dan men-trigger para Analis Kebijakan untuk bisa berperan maksimal. Penciptaan lingkungan organisasi yang supportif tersebut dapat dilakukan dengan memberikan peran yang lebih besar kepada para analis kebijakan di dalam suatu organisasi khususnya dalam hal pengelolaan kebijakan publik. Diantaranya bisa dilakukan oleh pada pejabat manajerial, dengan cara melibatkan Analis Kebijakan dalam proses kebijakan publik baik dalam tahap agenda setting, formulasi, implementasi, monitoring hingga evaluasi kebijakan. Bentuknya bisa bermacam-macam, misalnya organisasi melalui para pemangku jabatan manajerial selalu mendisposisikan kepada analis kebijakan jika ada kebijakan yang mau dirumuskan atau dievaluasi kinerjanya. Outputnya bisa berupa makalah kebijakan, telaahan staf, policy paper, artikel kebijakan, dsb. Pelibatan tersebut juga dapat dilakukan dalam forum-forum diskusi ketika membahas suatu kebijakan atau ketika pengambilan keputusan terhadap suatu masalah organisasi atau masalah publik.

Sebenarnya, sistem kenaikan pangkat para JF melalui pengumpulan angka kredit yang bersumber dari produk kegiatan termasuk salah satu sistem yang dapat mendukung berperan optimalnya para analis kebijakan. Dengan adanya reward seperti itu maka para analis kebijakan akan termotivasi untuk terus melakukan kegiatan-kegiatan analisis kebijakan sesuai ruang lingkup tugasnya. Meskipun sebenarnya motivasi terbaik dan tertinggi itu adalah motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri, tetapi dalam konteks organisasi menciptakan motivasi dari luar merupakan salah satu kebijakan yang rasional untuk dilakukan. Jika dikhawatirkan dengan sistem seperti itu para pemangku JF hanya akan mengejar kepentingan individu tetapi mengesampingkan tujuan organisasi, sebenarnya sudah ada instrumennya untuk memastikan para analis kebijakan tetap berkontribusi kepada organisasi , yaitu perjanjian kinerja pegawai. Sasaran Kinerja Pegawai ditetapkan setiap awal tahun dan akan dinilai di akhir tahun untuk memperoleh nilai prestasi kerja. Lalu nilai prestasi kerja yang bernilai baik dalam 2 tahun terakhir, sudah diatur menjadi syarat dalam kenaikan pangkat, artinya instrumen tersebut sudah menjadi alat kontrol yang cukup kuat. Sehingga, sistem DUPAK seharusnya tidak menjadi penghalang terhadap tuntutan agar para pemangku JF AK tetap berkontribusi kepada organisasinya. Apalagi sebenarnya di lapangan capaian SKP tahunan sebagian besar sudah sejalan dengan tuntutan DUPAK, karena dalam penyusunan SKP, disyaratkan selain inline dengan sasaran organisasi, juga inline dengan tupoksi JF.

 

Penulis:

Masrully, S.IP

Analis Kebijakan Ahli Pertama

 
LOGIN PEGAWAI